Wednesday 8 November 2017

Wali Nanggroe Kebal Hukum Forex


Oleh. Drs Nabahani M, Ba Menurut Catatan Sejarah Aceh istilah Wali Muncul pada Saat Aceh dipimpin Oleh Sultanah Syafiatuddin (1641-1675), Sultanah Naqiatuddinsyah (1675-1678), Zakiatuddin Inayatsyah (1678-1688) Dan Kamalatsyah (1688-1699). Saat ITU Wali Nanggroe Aceh di Jabat Oleh Syekh Abdurrauf As-Singkili, Yang diangkat sebagai Wa liul Mulki sekaligus Qadhi Malikul Adil Kerajaan Aceh. Penyebutan ini mengindikasikan bahwa gelar Wali Nanggroe ditambalkan untuk Ulama yang dianggap memiliki otoritas keagamaan yang paling Tinggi. Namun, setelah Tgk. Syekh Abdurrauf As - Singkili meninggal, istilah Wali Nanggroe Tidak terdengar Lagi. Istilah Wali Muncul kembali pada tahun 1870 ketika Tuwanku Hasyim Banta Muda ditetapkan sebagai Waliul Mulki, Karena Saat ITU Sultan Mahmud Syah (1870-1874) Masih Belia, sehingga Belum LAYAK dianggkat menggantikan Sultan Ibrahim Alaidin Syah yang meninggal dunia Tak Lama kemudian, tepatnya pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyerang Aceh, Tuanku Hasyim berupaya menyelamatkan Wibawa Kesultanan Aceh dengan memindahkan Sultan Mahmudsyah yang Masih kecil ke Lueng Bata Kuta Raja sekarang dan akhirnya meninggal pada tanggal 25 Januari 1874. Kemudian diganti Oleh Sultan Teungku Daud Syah (1878-1939) yang waktu ITU Baru berumur 177 7 tahun, setelah Sultan dewasa memimpin Kerajaan Aceh Darussalam Wali Naggroe Tidak diperlukan Lagi. Peluang ini dimanfaatkan Penjajah Belanda guna menguasai dan merebut seluruh Wilayah Kerajaan Islam Aceh Darussalam. Kemudian Raja Aceh tersebut ditangkap dan dibuang Oleh Belanda ke Batavia yang akhirnya meninggal dunia di Jakarta tepatnya di Utan Kayu (Jatinegara) pada 04 Ferbruari 1939. Sultan Daud Syah berdasarkan Fakta Sejarah Tidak pernah menyerahkan kekuasaan Kerajaan Aceh kepada siapapun sebelum beliau meninggal Dunia, berarti Wali Naggroe Sudah berakhir sejak tahun 1939. Wali Nanggroe masa Aceh Dalam NKRI (1945-sekarang) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Baru dimunculkan dan dimuat Lembaga Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe pada BAB VII Pasal 10 yang diberi arti sebagai berikut: Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe Adalah Lembaga yang merupakan simbolo Bagi pelestarian, penyelenggaraan kehidupan ADAT, Agama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (1) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe Bukan Lembaga merupakan politik dan pemerintah Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (2) Hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Ayat (2) diatur Lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. MoU Helsinki tanggal 15 Agustus 2005 pada Butir 1.7.1 Halaman 9 menegaskan bahwa Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan Segala perangkat upacara dan gelarnya (berarti Lembaga ini Lebih mengarah kepada Lembaga ADAT daripada kepada Lembaga Pemerintahan dan Politik). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pembentukan Lembaga Wali Nanggroe tetap dilanjutkan pada BAB XII Pasal 96 dengan pengertian sebagai berikut: (1) Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan ADAT sebagai pemersatu Masyarakat yang indipendenti, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan Lembaga-Lembaga ADAT, ADAT istiadat, dan pemberian gelar derajat dan upacara-upacara ADAT lainnya. (2) Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ahyat (1) Bukan merupakan Lembaga Politik dan Lembaga pemerintahan Aceh. (3) Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin Oleh seorang Wali Nanggroe yang bersifat personali dan indipendente. (4) Ketentuan Lebih lanjut mengenai condizioni Costi-condizioni Costi Calon, tata cara pemilihan, peserta pemilihan, masa Jabatan, protokoler kedudukan, keuangan, dan ketentuan lain yang menyangkut Wali Nanggroe diatur dengan Qanun Aceh. Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe. 1. Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe menurut Versi DPRA Tahun 2008 (1) Wali Nanggroe Adalah pemimpin Lembaga Adat Nanggroe yang sebagai pemersatu Masyarakat, berwibawa dan dan berwenang membina mengawasi penyelenggaraan kehidupan Lembaga-Lembaga ADAT, ADAT istiadat, pemberian gelar kehormatan dan derajat indipendente Serta upacara-upacara ADAT Aceh. (2) Tuha Nanggroe Adalah Wakil Wali Nanggroe yang komposisinya mewakili representasi Wilayah Nanggroe Aceh yang bertugas membantu Wali Nanggroe berdasarkan bidang tugas tertentu. (3) ADAT Wali Nanggroe Adalah Lembaga, Bukan Lembaga pemerintahan dan Lembaga politik sebagaimana ditegaskan Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. (4) Tugas dan Wewenang Wali Nanggroe Adalah: a. Wali Nanggroe bertugas memimpin Lembaga Wali Nanggroe b. Wali Nanggroe bertugas membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan budaya, ADAT dan ADAT-istiadat c. Wali Nanggroe berwenang memberikan gelar kehormatan dan derajat ADAT Serta berwenang melaksanakan upacara-upacara ADAT. 2. Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe menurut Versi DPRA Tahun 2010. (1) Wali Nanggroe Adalah Penguasa Pemerintahan Aceh (Dalam ADAT) Yang berkedudukan Lebih Tinggi Dalam tatanan pemerintahan Aceh, Lebih Tinggi dari Kepala pemerintah dan dan Parlemen Aceh menjadi figura pemersatu Rakyat Aceh . (2) Lembaga Wali Nanggroe Adalah institusi resmi Dalam Pemerintahan Aceh yang indipendente dan berwibawa memiliki Kantor segreteria sendiri. (3) Lembaga Wali Nanggroe Adalah institusi resmi Dalam Pemerintahan Aceh yang tertinggi dan indipendente. (4) Kewenangan Lembaga Wali Nanggroe yang diatur Dalam Pasal 5 Draf Qanun tersebut Mulai dari ayat (2) huruf (a) sampai dengan huruf (p), Telah mencampuri Kewenangan Lembaga Pemerintahan dan bertentangan dengan UUD 1945 (5) Tugas dan fungsi Lembaga Wali Nanggroe Dalam Pasal 6 Draf Qanun tersebut Juga Telah merubah fungsi Lembaga tersebut dari Lembaga Adat menjadi Lembaga Pemerintahan dan Politik. 3. Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe menurut Versi DPRA Tahun 2012. 1) Isi Rancangan Qanun Wali Nanggroe Aceh sesuai dengan BAB XII Pasal 96 UUPA Nomor 11 Tahun 2006 yaitu: (1) Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan ADAT sebagai pemersatu Masyarakat yang independen, berwibawa, dan dan berwenang membina mengawasi penyelenggaraan kehidupan Lembaga-Lembaga ADAT, ADAT istiadat, dan dan pemberian gelarderajat upacara-upacara ADAT lainnya (Tidak Ada tugas Politik). (2) Lembaga Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bukan Lembaga merupakan Politik dan Lembaga pemerintahan Aceh. 2) Dalam Rancangan Qanun ini dimasukkan Hal politik, Tanpa Lebih Dulu Amandemen UU Nomor 11Tahun 2006 memang prinsipnya Hanya sebatas pengawasan kelembagaan Bukan mencampuri interno Lembaga Partai Politik, TAPI Cuma sebagai pembiaan semata. Prinsip tersebut Adalah sebagai pemersatu yang independen, dan berwibawa Serta bermartabat, Keagungan Dinul Islam, Kemakmuran Rakyat, Keadilan dan Kedamaian, Pembinaan Kehormatan, Kewibawaan Politik, Adat dan Tradisi Sejarah Serta Tamadun Aceh. 3) Lembaga Wali Nanggroe memiliki hak Imunitas Bukan berarti hak Kebal terhadap hukum dan tidak biasa dipanggil Oleh penyidik ​​untuk di Minta keterangan. Tapi, hak untuk Tidak dapat dituntut didepan pengadilan, Karena pernyataan atau pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukan Secara Lisan maupun tertulis yang berkaitan dengan tugas, fungsi dan kewenangannya sebelum mendapat izin Pimpinan DPRA. 4. Pengesahan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe Qanun Aceh Tentang Wali Naggroe Telah disahkan Oleh Gubernur Aceh menjadi Qanun Aceh No. 8 Tahun 2012, Tanpa Klarifikasi Lebih Dulu Oleh Menteri Dalam Negeri RI dan sampai Saat ini Qanun disahkan Belum dipublikasikan dan beredar diseluruh Aceh. Katanya Hanya untuk dasar hukum guna mengajukan Anggaran Operasional Wali Nanggoe Dalam APBA Tahun 2013 sebesar Rp. 50 milyar. Tanggapan pemerintah Daerah Aceh, Qanun Wali Nanggroe Sudah diundangkan Dalam Lembaran Daerah Aceh, sekarang Dalam prose pengiriman ke Mendagri, anehnya Belum diklarifikasi Sudah diundangkan. Jika Tidak sesuai dan bertentang dengan Undang-Undang yang Lebih Tinggi, Maka Qanun Aceh tersebut Harus dibatalkan Oleh pemerintah. Tentu sungguh memalukan Rakyat Aceh dan Telah menghabiskan biaya begitu banyak Dalam membahas Qanun Wali Nanggroe Mulai Tahun 2001-2012, hasilnya sampai Saat ini Belum ada yang kepastian hukum Positif. Mengapa terjadi demikian Karena Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe Telah bertentangan dengan: Setelah dicermati Qanun tersebut Baik Secara Formil, bertentangan dengan UU n ° 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang 8211 Undangan maupun Secara materiil, Qanun tersebut Telah bertentangan dengan berbagai aturan perundangan yang Lebih Tinggi Dan memposisikan Lembaga Wali Nanggroe menyimpang dari Pasal 96 UUPA No. 11 Tahun 2006. Dalam ketentuan Pasal 145 ayat (2) dan Ayat (3) UU n ° 32 Tahun 2004 bahwa disebutkan. PerdaQanun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Yang bertentangan dengan kepentingan Umum dan atau peraturan perundangan 8211 Undangan yang Lebih Tinggi dapat dibatalkan Oleh pemerintah. Keputusan pembatalan PerdaQanun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden palizzata Lama 60 hari sejak diterima PerdaQanun sebagaimana dimaksud pada ayat (1). pada Berdasarkan ketentuan ayat (3), ditetapkan bahwa keputusan pembatalan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan Umum danatau peraturan perundang 8211 Undangan yang Lebih Tinggi ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di ATAS maka pemerintah Jangan melakukan politik pembiyaran terhadap Regulasi Qanun Aceh tersebut, kalau Tidak bertentangan dengan Undang-undang yang Lebih Tinggi hendaknya Segera diklarifikasi dan Approvato untuk menjadi Qanun Aceh. Kalau bertentangan dengan undang-undang yang Lebih Tinggi Segera dibatalkan Oleh pemerintah agar Eksekutif dan Legislativo Aceh Tidak acak-acak dan Coba Coba 8211 Dalam membuat Qanun Aceh yang Tidak sesuai dengan aspirasi Rakyat Aceh dari Sabang sampai ke Singkil dan dari Tamiang sampai ke Seumeulu. Penulis Adalah Dosen, Pengamat Pemerintahan dan PolitikGubernur terplih Zaini Abdullah dan Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud tengah berbincang dengan Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo, di Mabes Polri, Senin (75) JAKARTA - Delegasi Aceh yang di dalamnya termasuk gubernurwakil Gubernur terpilih, Zaini AbdullahMuzakir Manaf, Senin (75) melakukan pembicaraan dengan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo di Mabes Polri. Salah satu isi pembicaraan Adalah komitmen pemerintah Aceh yang Baru untuk memberantas peredaran senjata api (senpi) ilegal di Provinsi ini. Delegasi Aceh yang melakukan pembicaraan dengan Kapolri Timur Pradopo, selain Zaini AbdullahMuzakir Manaf Juga Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud, Zakaria Saman, Kamaruddin Abubakar, Tgk Irsyadi, dan Juru Bicara (Jubir) Partai Aceh (PA) Pusat, Fachrul Razi. 8220Selain penanganan senjata ilegal, pertemuan ITU Juga membicarakan tentang pemberantasan korupsi di Aceh, 8221 kata Jubir PA Pusat, Fachrul Razi. Ditanya apakah Dalam pertemuan ITU ikut dibicarakan soal Ayah Banta atau Vikram yang diduga terlibat Dalam peristiwa kekerasan bersenjata di Aceh, Fachrul Razi mengatakan sama sekali Tidak dibicarakan. 8220Pertemuan ITU Lebih banyak membincangkan tentang Kerja sama Antara pemerintah Aceh yang Baru dengan kepolisian Dalam menjaga perdamaian Serta meminimalisir kriminalitas aksi-Aksi, 8221 ujar Fachrul Razi. Kapolri mengaharapkan Pemerintahan Aceh yang dapat Baru dijalankan Secara Bersih dan para pelanggar hukum ditindak sesuai ketentuan. 8220Tidak ada toleransi bagi pelanggar hukum di Aceh. Tidak ada yang Kebal hukum, 8221 kata Fachrul Razi mengutip Kapolri.

No comments:

Post a Comment